INJ.com Model gerakan Muhammadiyah itu bottom-up. Bergerak dari partisipasi anggota dan simpatisan di level bawah. Doktrinnya sederhana yakni, gerakan al ma’un dan al ashr. Gerakan ini menekankan aspek perbuatan nyata dan bermanfaat bagi masyarakat. Kajian filosofis dan konseptual boleh, tapi harus segera diimplementasikan dalam amal nyata, yang disebut amal usaha.
Para aktivis Muhammadiyah di tingkat akar rumput, misalnya di ranting atau cabang selalu terdoktrin untuk selalu berlomba-lomba demi kebaikan (fastabiqul khaerat). Maka, antara ranting dan cabang selalu ingin berlomba dan terobsesi membuat amal kebajikan. Tidak heran, jika Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) bertebaran di seantero negeri. Mulai dari sekolah (PAUD, TK, SD, SLTP, SLTA), Perguruan Tinggi, Rumah Sakit, Klinik, Panti Asuhan/Jompo, Rumah Singgah, Koperasi, Retail, Dana Pensiun, Persero, Jaringan Tani/Nelayan, Jaringan Usaha, Lazis, Wakaf, Hibah, dan seterusnya.
Dan harap diingat, amal-amal usaha yang terbentuk itu, acapkali banyak tidak terdesain untuk menjadi besar. Yang penting bergerak mengikuti irama keikhlasan dan sikap keistiqamahan anggota dan pengurus. Bahkan, kerapkali pula, para pendiri suatu AUM kaget sendiri melihat berkembang pesatnya AUM yang mereka dirikan.
Para aktivis Muhammadiyah juga selalu diingatkan agar di mana pun mereka berada tidak lupa untuk mengembangkan misi dakwah persyarikatan. Namun demikian, amal usaha yang dikempakkan itu, bukan untuk kepentingan pribadi atau pengurus tapi untuk misi dakwah rahmatan lil ‘alamin.
Dalam mengepakkan sayap dakwah bil hal Muhammadiyah itu, mereka tidak sungkan merogoh kocek sendiri alias iuran rutin. Bahkan, energi waktu untuk keluarga terkuras untuk persyarikatan. Dukungan atau sumbangan dari pemerintah atau pihak lain sebagai komplementer, bukan yang utama.
Maka, aktif di Muhammadiyah itu sejatinya jangan berharap menjadi orang kaya raya, karena riski yang para aktivis Muhammadiyah terima selalu disumbangkan kembali untuk peningkatan jumlah dan kualitas gerakan. Teringat ucapan Kiyai AR Fachrudin: “jangan tergesa-gesa menjadi orang Muhammadiyah. Karena menjadi orang Muhammadiyah sangatlah berat”.