Kamaruddin Simanjuntak Kritisi Kinerja Polri , Rekayasa Pakuwon Grup diduga difasilitasi oknum Polda Metro Jaya.Kasus berawal dari Ike Farida yang membeli apartemen dari pengembang, PT Elite Prima Hutama (PT EPH), anak perusahaan PT Pakuwon Jati, Tbk., yang sudah dibayar lunas sejak 30 Mei 2012.Namun hingga kini, unit apartemen yang dibelinya tak kunjung didapatkan.
JAKARTA – Pengacara Kondang Kamarudin Simanjuntak kembali membela Hak Dr Ike Farida yang telah dizolimi Pihak pengembang Pakuwon Group justru malah dituduh pengembang memalsukan akta perkawinannya sendiri. Rekayasa Pakuwon Grup diduga difasilitasi oknum Polda Metro Jaya, Sabtu (7/1/2023), Rasuna said Jakarta Selatan
Setelah unit apartemen dibayar lunas, Ike Farida memenangkan seluruh pengadilan, tapi pengembang Pakuwon grup menolak laksanakan perintah Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung RI untuk serahkan unit, malah merekayasa dan melaporkan Ike ke Polda Metro.
Kasus Mafia Tanah yang diduga difasilitasi oknum Polda Metro Jaya.Ike Farida yang 11 tahun lalu membeli lunas unit apartemen dari pengembang PT Elite Prima Hutama tak kunjung mendapatkan unitnya.
Dalam keterangan Kamarudin menjelaskan ” Ike Justru malah dituduh pengembang memalsukan akta perkawinannya sendiri. Rekayasa Pakuwon Grup diduga difasilitasi oknum Polda Metro Jaya, malah Ike dijadikan tersangka. Ike yang menjadi korban justru dipojokkan oleh oknum Polda yang tidak profesional dan proporsional menangani kasus dengan turut mengkriminalisasi korban mafia tanah.
KEJANGGALAN PROSES PELAPORAN SEJAK AWAL OLEH KEPOLISIAN
Kasus berawal dari Ike Farida yang membeli apartemen dari pengembang, PT Elite Prima Hutama (PT EPH), anak perusahaan PT Pakuwon Jati, Tbk., yang sudah dibayar lunas sejak 30 Mei 2012.
Namun hingga kini, unit apartemen yang dibelinya tak kunjung didapatkan. Ike tanpa henti mengerahkan segala daya upayanya untuk memperjuangkan hak-haknya.
Sebelumnya, Ike melaporkan pihak PT EPH, Alexander Stefanus, Stefanus Ridwan, dan beberapa jajarannya atas dugaan tindak pidana penggelapan dan penipuan. Namun, kasusnya dihentikan secara cepat dan berakhir pada SP3 meskipun Alexander Stefanus telah ditetapkan sebagai tersangka.
Penghentian kasus LP NoLP/ 2621/ X/2012/PMJ/ Ditreskrimum yang dilaporkan Ike sangat janggal dan menimbulkan dugaan kuat bahwa ada ketidakberesan dalam penanganan kasus ini.
Selain itu, meski Ike telah memenangkan gugatan kepada PT EPH dalam tahap Peninjauan Kembali (PK) sebagaimana Putusan MA RI No. 53 PK/Pdt/2021.
Putusan tersebut seakanakan tidak berguna dan diindahkan oleh PT EPH. PT EPH yang kalah justru melaporkan balik Ike ke Polda Metro Jaya atas tuduhan memberikan sumpah palsu dalam persidangan terkait penemuan bukti baru (novum).
Tuduhan tersebut sama sekali tidak berdasar dan tidak didukung oleh bukti yang cukup. Sudah jelas dan nyata faktanya bahwa Ike sama sekali tidak pernah bersumpah sebagai penemu novum karena memang bukan Ike yang menemukan novum dan melakukan sumpah tersebut.
Pihak kepolisian yang seharusnya membantu Ike justru malah memproses perkara ini dengan kilat. Ike yang ditindas oleh PT EPH semakin dipojokkan oleh kepolisian.
Ditambah, penyidik juga salah mengartikan Pasal 242 KUHP yang dituduhkan kepada Ike. Pasal 242 KUHP umumnya digunakan sebagai tindak lanjut kekuasaan hakim sebagaimana ketentuan Pasal 174 KUHAP, adapun yang berwenang melakukan penilaian terhadap sumpah palsu adalah Hakim Ketua. Kepolisian sama sekali tidak berwenang untuk menentukan apakah sebuah sumpah itu palsu atau bukan.