Kasus Obat Sirup Beracun Jelas Tidak Terbantahkan Posisi Hukum Bagi Orang Tua Korban, jadi tidak ada satupun bantahan dari tergugat baik swasta maupun negara kementerian kesehatan dan BPOM, kata Julius.
JAKARTA, – Diskusi Publik Media Briefing Perkembangan terkini “Tragedi Obat Beracun ” yang merenggut ratusan korban Balita di Indonesia, dan pada perkembangan sidang respon Menteri Sosial RI, Laporan Komnas HAM terkait pelanggaran HAM kasus (GGAPA ) Gagal Ginjal Akut Progresif Atipikal yang belum mememui akhir, Rabu ( 29/3/2023) Sajoe cafe And Resto Jl Prof Soepomo Tebet Jakarta Selatan.
Hadir pada Diskusi Publik Media Briefing Perkembangan terkini “Tragedi Obat Beracun, Julius Ibrani ketua PBHI, Putu Elvina Komisioner Komnas HAM dan Wanda Hamidah Aktivis Influencer.
Julius Ibrani ketua PBHI pada kesempatan itu mengatakan, bahwa kasusnya saat ini limpahan ke pengadilan negeri Jakarta pusat, pada sidang dakwaan tidak ada satupun bantahan dari tergugat baik swasta maupun negara kementerian kesehatan dan BPOM.
Wanda Hamidah yang ikut hadir menjelaskan, ” selama ini kita terlena oleh Iklan Farmasi, jadi ya mau nggak mau kita sebagai orang tua harus mengikuti peraturannya. Pada akhirnya ” walaupun sebetulnya kewajiban negara melindungi apa yang masuk ke tubuh kita”.
” Ini kita bicara obat -obatan belum bicara makanan atau kosmetik yang semuanya menjadi tanggung jawab BPOM. “Dengan semena-menanya yang mengeluarkan Register dan ijin edar, tapi ketika menjadi korban ratusan orang dia lepas tangan”, tutur Wanda kesal
“Belum kita bicara makanan yang beredar seperti pengawet, perasa makanan dan segala macem yang kita sebut generasi micin” katanya
” Salah satu contoh di luar negeri saja, bagaimana mereka melindungi anak – anak mereka di negara mereka, dan tidak sembarangan memberikan ijin distribusi suatu produk untuk bebas di konsumsi yang masuk di supermarket, misalnya kalau sudah pakai pengawet, perwarna atau terlalu manis. Ini bicara makanan apalagi obat – obatan”, tandasnya
” Jadi efek nya sendiri para orang tua pesimis, karena awalnya ada BPOM merasa aman ( di percaya) sudah tidak seperti itu lagi atau di percaya lagi”
Apalagi Farmasi ini omset nya milyaran dolar menurut beberapa film dokumenter, bagaimana kalau beredar di Indonesia, apalagi di Indonesia itu apa aja bisa ” semuanya bisa di mungkinkan” apalagi pengawasannya lemah, kata Wanda Hamidah
Di tempat yang sama Julius Ibrani menjelaskan hasil sidang di pengadilan negeri Jakarta pusat.
” Materi gugatan dengan metode perwakilan kelompok ( classification) itu baru saja memasuki tahapan yang sudah maju, artinya sudah ada langkah yang memberikan dasar hukum kuat bagi korban, yang mengakui berapa poin penting”
” Pertama betul bahwa korban ini dari 45 yang menjadi penggugat itu memiliki legal standing atau kedudukan hukum yang sah, sebagai orang tua yang mewakili anaknya yang menjadi korban, baik yang meninggal ataupun yang masih hidup dalam dan perawatan”.
” Yang kedua adalah, mengakui juga posisi tergugat sebagai pihak yang memiliki pertanggungjawaban terkait dengan peristiwa berupa adanya obat yang di konsumsi anak – anak korban”.
” Jadi Kemudian melakukan gugatan dengan mekanisme kelompok yang terbagi menjadi tiga kelompok berdasarkan jenis obat yang di minum, persamaan peristiwa, persamaan fakta , persamaan bukti dan kesamaan dampak, hal ini di kuatkan oleh putusan sela melalui ketetapan majelis hakim pengadilan negeri Jakarta pusat, jadi tidak ada satupun bantahan dari tergugat baik swasta maupun negara kementerian kesehatan dan BPOM yang di terima oleh majelis hakim. Dengan kata lain tidak terbantahkan posisi hukum, bapak ibu ini sebagai korban”, tegas Julius
“langkah ini sudah langkah maju yang dapat di maknai bahwa ada korban pasti ada pelaku, ada pelaku ada perbuatan ada korban, ada alat atau sarana perbuatan itu ada obat beracun”, katanya
“Jadi tahapan selanjutnya adalah memeriksa atau melakukan pembuktian seperti apa yang saya katakan perbuatannya, obat – obatnya yang di konsumsi dan ahirnya terdampak, dan yang paling penting adalah pelakunya siapa ? dan apa bentuk pertanggung jawaban nya yang harus di putuskan majelis hakim”, jelasnya
Putu Elvina Komisioner Komnas HAM mengatakan ,” Komnas HAM tentu terus mengawal kasus ini agar para pihak yang di berikan rekomendasi bisa melakukan upaya – upaya perbaikan atas hasil pemantauan Komnas HAM, dengan temuan – temuan tentunya berharap ada perubahan sistem maupun kebijakan.
Putu Elvina berharap dan optimis, dengan kebijakan yang pro terhadap anak, ” Negara merupakan pemegang kewajiban dan perlindungan terhadap anak dan tidak bisa dilimpahkan kepada pihak lain, maka negara harus mengambil peran itu secara tangung jawab sehingga tidak ada lagi anak – anak yang menjadi korban karena kelalaian buruknya mekanisme sistem yang ada di negara ini baik di dalam pengawasan dan manajemen kefarmasian untuk di lihat kembali dan kita berharap kebijakan yang pro kepada rakyat sehingga tidak ada lagi celah bagi siapapun untuk tidak melakukan tanggung jawabnya secara optimal”.
Harapan dari salah satu orang tua korban” saya cuma berharap semoga pemerintah Berikan empatinya dari kasus ini , kami ingin keseriusan dari pemerintah”, kata orang tua korban Sambil menahan kesedihannya.**
(NK)