Keberadaan HPN di Tengah Problematika Ekonomi Nasional, Lalu bagaimana keberadaan HPN dan peran strategisnya dalam Problema Ekonomi Umat saat ini.
JAKARTA – Mukadimah, Jumlah Penduduk Indonesia per 31 Januari 2023 tercatat sebanyak 273,52 Juta Jiwa. Berdasarkan Laporan RISSC (The Royal Islamic Strategic Studies Centre) pada tanggal 28 Maret 2023, dari Jumlah Penduduk sebanyak itu, sebanyak 237,55 Juta Jiwa di antaranya memeluk Agama Islam.
Dari sekian Jumlah Umat Islam itu sekitar 150 Juta tergolong bermadzhab Imam Syafii atau lazim disebut Jamiyah NU (Nahdlatul Ulama) atau Nahdliyin secara Struktural dan Kultural.
Persentase keberadaan Jamaah Nahdliyin itu sebanding dengan 54% dari Jumlah Penduduk Indonesia atau sekitar 63% dari Jumlah Umat Islam Indonesia.
Jumlah Jamaah NU yang mayoritas itu tentu memunculkan banyak potensi yg sekaligus diiringi dengan sejumlah problem yg “mayoritas” pula, khususnya menyangkut masalah Pendidikan, Kesehatan, Kebodohan, Kemampuan Daya Beli (Pendapatan Keluarga) dan sejumlah ketertinggalan.
Timbulnya poblema Umat itu disebabkan oleh tiga faktor utama : Lemah Iman, Lemah Ilmu dan Lemah Ekonomi.
Untuk masalah “Lemah Iman” kiranya dapat menjadi PR para Pengurus PBNU beserta jajarannya, para Alimil Ulama, para Tokoh Keagamaan dan pihak Kementerian Agama RI.
Untuk mengatasi masalah “Lemah Ilmu” kita juga yakin dengan Semangat Belajar Jamiyah NU, juga kiprah para Ilmuwan, para Cendekiawan, para pegiat Pendidikan serta kiprah Kementerian Agama RI dan Kementerian Pendididikan dan Kebudayaan, Dikti dan Ristek RI.
Sejak tanggal 27 Oktober 2014 telah ada Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (KDPDTT) yang berperan dalam mengatasi masalah “Lemah Ekonomi” ini.
Sejak awal berdiri Menteri2nya berasal dari PKB (Partai Kebangkitan Bangsa). Selain Kemendes juga telah turut berperan aktif Kemendagri, Kemenkop UKM, BUMN, Kemendag, Kementan, Kemenparekraf, Kemen Kelautan, Perikanan dan Lingkungan Hidup serta sejumlah Kementerian dan Lembaga terkait termasuk BAPPENAS, Kemen PUPR dan Bank Indonesia.
Lalu bagaimana keberadaan HPN dan peran strategisnya dalam Problema Ekonomi Umat saat ini wabil khusus di tengah2 Jam’iyah
Kiprah HPN
Posisi Kekuatan Ekonomi Indonesia saat ini berada pada level Ke-16 Dunia. Sudah termasuk ke dalam “20 Negara Maju” (G-20). Bahkan sempat memegang Keketuaan G-20 pada tahun 2022 kemarin. Dengan rata2 Pertumbuhan Ekonomi di atas 5% maka pada tahun 2045 mendatang diproyeksikan posisi kekuatan Ekonomi Indonesia berada pada level Empat Besar Dunia — setelah Tiongkok, Amerika Serikat dan India.
“Think Globally, Act Locally” itulah seruan yg sering kita dengar : Berpikir Global (namun) Bertindaklah (mulai dari) hal2 yang berada pada lingkup Domestik, lingkup Lokal, lingkup Terdekat. Seruan ini layak dilakukan oleh HPN (Himpunan Pengusaha Nahdliyin).
HPN lahir pada 14 Juli 2011 M bertepatan dengan tanggal 12 Rajab 1432 H, di Jakarta. Terdapat 15 Orang Tokoh Pendirinya, yakni : KH. M. Ahmad Sahal Mahfudz, Prof. Dr. KH. Said Agil Siradz, KH. A. Mustafa Bisri, Drs. KH. As’ad Said Ali, KH. Agus Ali Masyuhuri, KH. Mustholihin Madjid, Ir. H. Abdul Kholik, MM., Ir. H. A. Raful Hasbi, Ir. Anang Prabowo, Ahmad Hakim Jayli, M.Si., Drs. Ja’far Shodiq, Hj. Siti Rohmayanti, MM., Erna Cahyawati, Mega Sylvadara serta GSCB Reza Fahlipi Bahtiar, Ph.D. Sebentar lagi HPN akan memperingati Hari Lahirnya (Harlah) Ke-12.
Masa Khidmat 2011 – 2016 dan 2016 – 2022 DPP HPN dinahkodai langsung oleh salah seorang Pendiri HPN yakni Ir. H. Abdul Kholik, MM. Pada Masa Khidmat 2022 – 2027 DPP HPN dipimpin Dede Supriyadi Arief, MM — berdasarkan hasil Konferensi Nasional (Konfernas) Ke-2 DPP HPN di Yogyakarta, 1 – 3 Juni 2022 lalu. Terpilih sebagai Ketua Dewan Pembina adalah KH. M. Anwar Iskandar, dengan Sekretaris Dewan Pembina : Ir. H. Abdul Kholik, MM.

Keberadaan DPP HPN masa kini sebagai “alat” (tools) untuk menjawab, mengatasi dan memecahkan tiga masalah besar Umat dan Bangsa ini, khususnya pada masalah “Lemah Ekonomi” Umat ini.
Saat ini Rata2 Pendapatan Perkapita Rakyat Indonesia baru mencapai sekitar $4.000 Dollar. Atau setara dengan hampir Rp 60 Juta per Tahun atau sekitar Rp 5 Juta per Bulan. Kalah jauh dibandingkan dengan Malaysia, Singapura, Korea Selatan. Apalagi dibadingkan dengan Tiongkok, India dan Amerika Serikat. Padahal pada satu kita memiliki Sumber Daya Alam yang melimpah dan Sumber Daya Insani yang cukup mempuni. Berarti ada masalah. Masalah apa?
Dulu sempat ada sindiran dari warga Negara Jiran : “Dulu kami belajar pendidikan, pertanian dan perkebunan dari Indonesia. Lalu kami menanam Sawit, Coklat (Kakao) dan sejumlah komoditas lainnya. Termasuk memggali sejumlah pertambangan. Sedangkan Orang Indonesia masih saja ‘menggali’ Pancasila.” Secara tersirat Warga Tetangga Negara kita, Malaysia itu, menyindir kita sebagai Bangsa yang terlalu sering dan terlalu banyak berdebat. Bahkan kadang2 hingga bertengkar dan bermusuhan. Sindiran itu ada benarnya. Sudah saatnya ke depan kita lebih proaktif, progresif dan lebih produktif.