Mahkamah Agung berharap seluruh permohonan pelimpahan berkas perkara pidana dilakukan melalui e-Berpadu

Mahkamah Agung berharap seluruh permohonan pelimpahan berkas perkara pidana dilakukan melalui e-Berpadu
Mahkamah Agung berharap seluruh permohonan pelimpahan berkas perkara pidana dilakukan melalui e-Berpadu
Mahkamah Agung berharap seluruh permohonan pelimpahan berkas perkara pidana dilakukan melalui e-Berpadu.“e-Berpadu merupakan inisiasi dari Mahkamah Agung dalam rangka membuat efisien sistem administrasi pidana, sehingga bisa terjadi digitalisasi dari administrasi pidana,” ujar Mustamin selaku Hakim Yustisial Mahkamah Agung
JAKARTA – Catatan menyongsong tahun 2023 MAHKAMAH AGUNG,  Terhitung mulai 1 Januari 2023, Mahkamah Agung berharap seluruh permohonan pelimpahan berkas perkara pidana dilakukan melalui e-Berpadu.

 

Implementasi e-Berpadu ini bertujuan dalam menciptakan efektivitas dalam pelayanan perkara pidana , “e-Berpadu merupakan inisiasi dari Mahkamah Agung dalam rangka membuat efisien sistem administrasi pidana, sehingga bisa terjadi digitalisasi dari administrasi pidana,” ujar Mustamin selaku Hakim Yustisial Mahkamah Agung sederhana, cepat, dan biaya ringan.e-Berpadu ini merupakan embrio perwujudan sistem penanganan perkara tindak pidana secara terpadu berbasis elektronik berdasarkan amanat Mahkamah Agung dalam Perma No. 8 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas Perma No. 4 Tahun 2020 tentang Administrasi dan Persidangan Perkara Pidana di Pengadilan Secara Elektronik.

Mahkamah Agung berharap seluruh permohonan pelimpahan berkas perkara pidana dilakukan melalui e-Berpadu
Mahkamah Agung berharap seluruh permohonan pelimpahan berkas perkara pidana dilakukan melalui e-Berpadu

Mustamin menyampaikan, bahwa e-Berpadu dilandasi agar seluruh proses pemberkasan di perkara pidana dapat dilakukan secara elektronik dan tidak harus bertatap muka, hal ini juga bisa sebagai bentuk penghindaran adanya potensi penyimpangan.

Mahkamah Agung berharap seluruh permohonan pelimpahan berkas perkara pidana dilakukan melalui e-Berpadu
Mahkamah Agung berharap seluruh permohonan pelimpahan berkas perkara pidana dilakukan melalui e-Berpadu

“Seluruh kegiatan administrasi dapat dilakukan secara elektronik dan tidak harus bertemu langsung atau bertatap muka, hal ini bisa mengurangi potensi-potensi terjadinya penyimpangan. Kemudian, kami ingin mewujudkan administrasi perkara pidana berbasis IT,” kata dia.

 

” e-Berpadu ” MEWUJUDKAN PERADILAN MODERN BERBASIS IT “

e-Berpadu hadir dalam rangka mewujudkan peradilan modern berbasis IT. Pada tahun 2018 Mahkamah Agung telah meluncurkan aplikasi e-court yang pada tahun 2019 disempurnakan dengan e-litigation dan upaya hukum banding secara elektronik.

 

INTEGRITAS TANGGUH, KEPERCAYAAN PUBLIK TUMBUH.

Pesan Ketua Mahkamah Agung untuk seluruh warga peradilan di Indonesia, “Yang ada di Mahkamah Agung ini, yang ada di daerah, yang ada di pelosok pegunungan, yang ada ditengah laut bertugas, teruslah berjuang tegakkan keadilan itu dengan benar dan adil, sesuai dengan hati nurani, kita harus menatap masa depan yang lebih baik lagi, jadikan kejadian ini sebagai momentum untuk bangkit kembali, kita tata kembali, kita pacu”.Pesan Ketua Mahkamah Agung untuk seluruh warga peradilan di Indonesia (28/9).

 

Sepanjang tahun 2022 Mahkamah Agung menorehkan beberapa prestasi yang patut dibanggakan, diantaranya menerima opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang ke 10 atas Laporan Keuangan dari Badan Pemeriksa Keuangan (22/9), Anugerah Reksa Bandha, juara 1 kategori Peningkatan Tata Kelola Berkelanjutan untuk Kelompok Kementerian/Lembaga dengan jumlah satuan kerja lebih dari 100 dari Kementerian Keuangan (23/11), anugerah Informatif Keterbukaan Informasi Publik dari Komisi Informasi Publik (14/12).

 

Di bidang penanganan perkara juga tidak kalah membanggakan, Mahkamah Agung telah menyelesaikan (minutasi) perkara sebanyak 30.195 perkara. Data tersebut dihimpun pertanggal 27 Desember 2022 dan masih memungkinkan bertambah hingga akhir tahun (30/12). Minutasi tersebut menjadi yang tertinggi dalam sejarah Mahkamah Agung.

 

“PRESTASI DAN KEBANGGAAN RUNTUH, KEPERCAYAAN PUBLIK MENURUN”

Di penghujung tahun 2022, tepatnya tanggal 21 September 2022 terjadi peristiwa penindakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi yang melibatkan beberapa pegawai dan Panitera Pengganti di Mahkamah Agung terkait dengan penanganan perkara, yang kemudian berimbas dengan ditetapkannya 2 orang Hakim Agung, 3 orang Panitera Pengganti dan 5 orang pegawai sebagai tersangka.

 

Tidak dapat dipungkiri, peristiwa tersebut menurunkan kepercayaan publik kepada Mahkamah Agung terutama terhadap integritas hakim, dan aparatur peradilan di Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya. Indikasi penurunan kepercayaan publik tersebut terlihat dati hasil Survei Penilaian Integritas yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)  terhadap Mahkamah Agung. Pada tahun 2021 Mahkamah Agung mendapat skor 82,72 sedang pada tahun 2022 turun skor 74,61.

 

Meskipun berdasarkan Survei Penilaian Integritas Komisi Pemberantasan Korupsi tersebut skor Mahkamah Agung masih diatas indeks integritas nasional Indonesia tahun 2022 sebesar 72 bahkan nomor urut 1 dan yang paling dipercaya publik menurut survei Charta Politika Indonesia dengan skor 71,5 (26/11) tetapi publik tetap menuntut agar Mahkamah Agung berbenah untuk meningkatkan integritas dan mengembalikan kepercayaan publik.

 

” LANGKAH YANG SUDAH, SEDANG DAN AKAN DI LAKUKAN “

Mahkamah Agung sudah memberhentikan sementara 10 orang tersangka termasuk 2 orang Hakim Agung yang pemberhentiannya diusulkan kepada Presiden.

 

Pemberhentian sementara tersebut merupakan bentuk penghormatan dan pemberian kebebasan seluas-luasnya dalam melakukan proses penyidikan, penuntutan, dan persidangan untuk aparat penegak hukum serta juga merupakan penghormatan dan kebebasan dalam melakukan pembelaaan yang seluas-luasnya untuk para tersangka dengan tetap memegang teguh asas praduga tidak bersalah.

 

Sehari setelah peristiwa penindakan tersebut, Ketua Mahkamah Agung langsung memimpin dan memandu pengucapan pakta integritas untuk pimpinan, Hakim Agung dan Hakim Ad-hoc pada Mahkamah Agung dengan tujuan mengingatkan dan memperkuat janji yang pernah diucapkan sebagai Hakim Agung atau Hakim Ad-hoc.

 

Ketua Mahkamah Agung juga memerintahkan agar Panitera, Sekretaris Mahkamah Agung, pejabat Eselon 1, pejabat Eselon 2, Panitera Muda Perkara, Ketua/Kepala Pengadilan Tingkat Banding dan Tingkat Pertama , Hakim, Hakim Ad-hoc, pejabat struktural dan pejabat fungsional, seluruh pegawai dan honorer di Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya melakukan hal yang sama yaitu pengucapan kembali pakta integritas.

 

Ketua Mahkamah Agung sudah mengeluarkan instruksi berupa audio yang diputar dan diperdengarkan minimal 2 kali dalam seminggu di Mahkamah Agung dan Pengadilan seluruh Indonesia yang berisi intruksi berikut :

 

Menjunjung tinggi integritas serta tidak melakukan perbuatan-perbuatan tercela baik di dalam maupun di luar lingkungan kerja yang dapat merusak nama baik Mahkamah Agung dan lembaga peradilan, Memegang prinsip kejujuran dan kemandirian serta menghindarkan diri dari konflik kepentingan dalam melaksanakan tugas, Berperan aktif dalam mencegah terjadinya praktik-praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme di lingkungan kerja masing-masing, Memberikan contoh dan keteladanan yang baik bagi lingkungan kerja serta lingkungan masyarakat pada umumnya, danPatuh dan taat pada peraturan Perundang-undangan yang berlaku serta senantiasa menjalankan kode etik dan pedoman perilaku dalam kehidupan sehari-hari.

 

Mahkamah Agung sudah melakukan pemeriksaan terhadap atasan langsung dari para tersangka sesuai dengan amanat Peraturan Mahkamah Agung Nomor 8 Tahun 2016 tentang Pengawasan dan Pembinaan Atasan Langsung di Lingkungan Mahkamah Agung dan Badan Peradilan di Bawahnya dan Maklumat Ketua Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2017 tentang Pengawasan dan Pembinaan Hakim dan aparatur Mahkamah Agung dan Badan Peradilan, dengan hasil ada beberapa atasan para tersangka yang dijatuhi hukuman disiplin berupa pencopotan dari jabatan dan pernyataan tidak puas.

 

Mahkamah Agung sudah merespon permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi dengan melakukan rotasi dan mutasi terhadap 17 orang pegawai teknis maupun non-teknis di lingkungan Mahkamah Agung yang sudah terlalu lama bertugas di Mahkamah Agung untuk menghindarkan dan mencegah suap dengan memutus jejaring mengurus perkara para pengacara dan pihak berperkara.

 

Mahkamah agung juga akan memutasi dan merotasi hakim yustisial/panitera pengganti yang sudah lama bertugas di Mahkamah Agung, tetapi tertunda karena berkaitan dengan kebutuhan penggantinya yang akan direkrut tahun 2023. Mutasi dan rotasi ini akan rutin dilakukan oleh Mahkamah Agung.

 

” PENINGKATAN KEDISIPLINAN DAN PENGAWASAN ” 

Untuk meningkatkan kedisiplinan hakim dan pegawai di Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya, Mahkamah Agung melakukan modifikasi aplikasi Sitem Informasi Kepegawaian (SIKEP), presensi online hanya dapat dilakukan di lokasi koordinat kantor dan hakim atau pegawai harus berswa foto wajah sebagai bukti presensi elektronik.

 

Mahkamah Agung juga memberi monitor presensi di setiap ruang atasan dari Hakim dan pegawai sehingga atasan dapat dengan cepat mengecek rekam jejak presensi para hakim dan pegawai.

 

Bahkan Ketua Mahkamah Agung dan Kepala Badan Pengawasan diberikan akses untuk memonitor presensi tersebut, sebagaimana tertuang dalam Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 368/KMA/XII/2022 tentang Pedoman Presensi Online untuk Hakim dan Aparatur Sipil Negara pada Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang Berada di Bawahnya Melalui Aplikasi Sistem Informasi Kepegawaian.

 

Ke depan sedang dirumuskan aturan dan pemberlakuan presensi online untuk Hakim Agung dan Hakim Ad-hoc pada Mahkamah Agung.

 

Sobandi , Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *