JAKARTA – Sebelum Amandemen, Konsep Public Goods UUD Sesuai dengan Konsep Islam, “tujuan bangsa memproklamirkan diri pada tanggal 17 Agustus 1945 adalah untuk mewujudkan hakikat dari kemerdekaan”
Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menegaskan jika konsepsi pengelolaan public goods Pancasila yang tertuang dalam UUD 1945 naskah asli telah sesuai dengan konsep Islam.
Tetapi setelah amandemen tahun 1999-2002, Konstitusi, ruang penguasaan public goods dibuka total untuk dapat dikuasai segelintir orang.
Demikian disampaikan LaNyala saat menyampaikan Keynote Speech dalam Sarasehan Kebangsaan Pimpinan Pusat Syarikat Islam, Jakarta, Minggu (14/8/2022).
Oleh karena itu, menurut LaNyalla bangsa ini harus kembali ke penjelasan pasal 33 yang dihapus total saat amandemen.
Dijelaskannya, tujuan bangsa memproklamirkan diri pada tanggal 17 Agustus 1945 adalah untuk mewujudkan hakikat dari kemerdekaan. Yaitu menjadi negara yang menyejahterakan rakyat dalam keadilan sosial.
Makanya Pasal 33 dalam naskah asli UUD 1945, dimasukkan di dalam Bab tentang Kesejahteraan Sosial, dimana tertulis dengan sangat jelas pada Pasal 33 Ayat (1), (2), dan (3), bahwa norma dari penguasaan negara terhadap sumber daya alam didasarkan kepada kedaulatan negara. Karena sumber daya alam harus dikuasai negara untuk sepenuhnya kemakmuran rakyat.
“Konsepsi tersebut sama dan sebangun dengan konsepsi Islam dalam memandang sumber daya alam,” tuturnya.
Menurut LaNyalla, dalam Islam komoditas kepemilikan publik atau Public Goods ini dikategorikan dalam tiga sektor strategis. Yaitu air, ladang atau hutan, serta api, yaitu energi, baik mineral, batubara, panas bumi, angin, maupun minyak dan gas. Semua itu harus dikuasai Negara.
“Bahkan dalam hadist Riwayat Ahmad, diharamkan harganya. Artinya tidak boleh dikomersialkan menjadi Commercial Goods,” terangnya lagi.
Hal ini tertulis dalam Hadist Riwayat Ahmad. “Umat Islam itu sama-sama membutuhkan untuk berserikat atas tiga hal, yaitu air, ladang, dan api dan atas ketiganya diharamkan harganya,” kata LaNyalla.
Sehingga jelas bahwa air, hutan, dan api atau energi itu merupakan Infrastruktur penyangga kehidupan rakyat, yang tidak boleh dikomersialkan atau dijual ke pribadi-pribadi perorangan yang kemudian dikomersialkan menjadi bisnis pribadi.
“Tetapi komoditas publik yang seharusnya dikuasai negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sebagaimana tertuang di dalam Penjelasan Pasal 33 UUD 1945 naskah asli, sudah dihapus total sejak Perubahan UUD di tahun 1999 hingga 2002 silam,” katanya.