Koalisi Buruh Sawit: Wujudkan Perlindungan Buruh Perkebunan Kelapa Sawit Dari Risiko Penggunaan Bahan Agrokimia, Buruh perkebunan kelapa sawit bekerja dalam kondisi rentan, tanpa jaminan perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja yang memadai, kata ismet
Jakarta, Indonesia jurnalis – 19 Februari 2025, Koalisi Buruh Sawit (KBS) meminta pemerintah Indonesia untuk menata sistem perburuhan yang memposisikan buruh berada dalam kondisi hidup dan kondisi kerja yang layak. Hal itu disampaikan Ismet Inoni pada kegiatan Dialog Nasional Multi Pihak Buruh Sawit.
Dialog Nasional Multi Pihak ini membahas Dampak Penggunaan Bahan Agrokimia hasil penelitian IPOWU (Mondiaal FNV, KBS, GAWU Ghana dan CUT Kolombia) bersama dengan Profundo. Hadir sebagai narasumber dalam Dialog Nasional Multi Pihak ini antara lain perwakilan Kementerian Ketenagakerjaan, Serikat Buruh, organisasi Pengusaha Sawit, Ahli K3 dan Akademisi.

Penelitian mengenai dampak dan perlindungan buruh dari penggunaan bahan agro kimia dilakukan di perkebunan sawit di Kolombia, Ghana dan Indonesia. Dari penelitian ini diketahui sejumlah fakta risiko penggunaan bahan agrokimia terhadap buruh perkebunan kelapa sawit, minimnya perlindungan buruh, tantangan dan rekomendasi berkenaan perlindungan pekerja. Penelitian ini diharapkan berkontribusi pada dialog sosial yang bermanfaat antara serikat buruh dengan perusahaan perkebunan sawit dan pemangku kepentingan lainnya.
“Buruh perkebunan kelapa sawit bekerja dalam kondisi rentan, tanpa jaminan perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja yang memadai terutama dari risiko terpapar bahan agrokimia. Koalisi Buruh Sawit melihat kerentanan buruh perkebunan kelapa sawit sudah berlangsung lama, bahkan terjadi di perkebunan kelapa sawit yang mengklaim memiliki sertifikat keberlanjutan”, kata Ismet Inoni, Koordinator Koalisi Buruh Sawit.
Yublina Oematan, ketua FSBKS menyatakan dialog ini diharapkan menjadi awal perbaikan serius kondisi K3 di perkebunan kelapa sawit. “Buruh perempuan di perkebunan kelapa sawit sangat rentan terpapar bahan agro kimia. Mayoritas buruh perempuan dipekerjakan di bagian penyemprotan dan pemupukan tanpa perlindungan yang memadai dari risiko terpapar bahan agrokimia.
Kami mengkhawatirkan keselamatan dan kesehatan kerja kami karena APD yang diberikan tidak layak pakai, perusahaan juga tidak menyediakan fasilitas pencucian APD di tempat kerja, kami sulit mengakses fasilitas sanitasi, kami juga sulit mengakses hasil pemeriksaan kesehatan yang dilakukan perusahaan. Pemerintah harus mengembangkan dan menerapkan sistem pemantauan kesehatan yang kuat untuk melacak gejala dan kondisi kesehatan buruh”, kata Yublina Oematan.
Herwin Nasution, ketua umum Federasi SERBUNDO menyatakan perlindungan buruh dari risiko terpapar bahan agrokimia tidak hanya menjadi tanggungjawab pemerintah, tetapi juga menjadi tanggungjawab pembeli minyak sawit. “Pembeli perlu mengembangkan dan menegakkan standar keberlanjutan dan kesehatan yang ketat yang harus dipatuhi oleh pemasok mengenai penggunaan bahan kimia pertanian yang aman. Selain itu, pembeli minyak sawit harus menerapkan audit rutin terhadap pemasok untuk menilai kepatuhan mereka terhadap standar dan regulasi keselamatan kerja”, kata Herwin Nasution.