Tindak Tegas Penyebar Rekaman Ilegal Percakapan Budi Arie. LAKSI : “Kami mengecam keras tindakan wartawan yang tidak menjunjung tinggi etika jurnalistik,
Jakarta, Indonesia jurnalis – Koordinator Laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKSI), Azmi Hidzaqi, mengecam keras penyebaran rekaman percakapan ilegal yang menyeret nama Menteri Koperasi dan UKM, Budi Arie Setiadi. Dalam pernyataan sikapnya, Azmi menilai bahwa rekaman tersebut telah digunakan secara tidak bertanggung jawab untuk menyerang pribadi dan kehormatan Budi Arie.
Menurut Azmi, penyebaran isi percakapan telepon yang telah dipotong-potong dan tidak utuh itu dilakukan oleh oknum jurnalis tanpa izin dan itikad baik. Bahkan, rekaman tersebut kemudian disebarluaskan ke berbagai platform media sosial disertai dengan judul-judul provokatif yang menyesatkan opini publik. “Ini jelas merupakan bentuk fitnah dan upaya pembunuhan karakter terhadap Pak Budi Arie,” tegas Azmi.
Ia menyebut bahwa Budi Arie telah menjadi korban dari kejahatan media. Tidak hanya disudutkan, Budi Arie merasa dijebak melalui percakapan telepon yang sengaja direkam secara diam-diam tanpa sepengetahuan dan persetujuannya. “Kami mengecam keras tindakan wartawan yang tidak menjunjung tinggi etika jurnalistik, apalagi sampai memancing narasumber bicara demi tujuan framing politik,” tambah Azmi.
LAKSI mendesak aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas dalang di balik penyebaran rekaman ilegal tersebut. Mereka menilai bahwa tindakan ini melanggar privasi dan dapat dikenakan sanksi pidana berdasarkan sejumlah regulasi, antara lain Pasal 310 KUHP tentang pencemaran nama baik, Pasal 433 Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP), serta Pasal 31 UU No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) terkait penyadapan ilegal.
“Dalam penjelasan UU ITE, penyadapan atau intersepsi tanpa izin merupakan tindakan pidana yang dapat dihukum penjara maksimal 10 tahun dan/atau denda maksimal Rp800 juta,” jelas Azmi. Ia juga menambahkan bahwa penyebaran rekaman ilegal ini berpotensi menimbulkan perpecahan di masyarakat jika tidak segera ditangani secara serius oleh pihak berwenang.
Tak hanya aparat hukum, LAKSI juga mendorong Dewan Pers untuk turun tangan dan menginvestigasi media atau jurnalis yang pertama kali menyebarkan isi percakapan tersebut. Azmi menilai, jika dibiarkan, tindakan seperti ini akan merusak iklim kebebasan pers yang sehat dan dapat menjadi preseden buruk bagi demokrasi.
“Kebebasan pers bukan berarti bebas memfitnah. Bila jurnalis melanggar kode etik dan hukum, maka harus ada sanksi tegas. Tujuannya bukan membungkam pers, tetapi menjaga integritas profesi jurnalistik dan ketertiban sosial,” tutup Azmi.**
(NK)