Pakar Sebut Saat Ini Era Terbaik Penanggulangan Terorisme Melalui Perpaduan Soft dan Hard Approach, dalam acara peluncuran buku karya Leebarty Taskarina berjudul Keluar dari Jerat Kekerasan
Jakarta, Indonesia jurnalis – Upaya penanggulangan terorisme di Indonesia memasuki babak baru yang dinilai paling efektif sepanjang sejarah. Hal ini ditegaskan oleh pakar terorisme Solahudin yang menyebut Indonesia saat ini berada di era terbaik dalam penanganan terorisme, berkat strategi kolaboratif antara soft approach dan hard approach yang dijalankan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri.
“Saya merasa bahwa ini adalah era terbaik dalam penanggulangan terorisme Indonesia. Kenapa saya bilang ini era terbaik? Karena program soft approach menurut saya sangat berhasil,” kata Solahudin dalam acara peluncuran buku karya Leebarty Taskarina berjudul Keluar dari Jerat Kekerasan di Gramedia Matraman, Jakarta Timur, Jumat (4/7/2025) sore.
Keberhasilan pendekatan lunak tersebut tampak nyata dari bubarnya organisasi teror Jemaah Islamiah (JI), yang selama ini dikenal sebagai kelompok paling berbahaya di kawasan. Solahudin menyatakan bahwa pembubaran JI bukan terjadi secara alami dari internal kelompok, melainkan merupakan hasil dari strategi deradikalisasi yang dijalankan oleh aparat.
“Jemaah Islamiah sebagai organisasi terorisme paling mematikan membubarkan diri. Membubarkan diri memang bisa sendiri? Tidak. Membubarkan diri itu hasil dari intervensi deradikalisasi yang dilakukan oleh Densus 88,” jelasnya.
Strategi hard approach tetap dijalankan secara ketat oleh Densus 88, terutama dalam hal penindakan dan penegakan hukum terhadap jaringan teror yang masih aktif. Namun, keberlanjutan keamanan nasional dinilai sangat ditopang oleh upaya soft approach yang dilakukan oleh BNPT dan Densus 88 AT Polri beserta Kementerian Lembaga Terkait seperti pendampingan mantan narapidana terorisme (napiter), rehabilitasi psikososial, hingga reintegrasi ke masyarakat.
Solahudin memaparkan data bahwa dari sekitar 2.000 eks napiter yang telah menyelesaikan masa hukumannya, sekitar 69 persen kini dikategorikan “hijau”, yakni mereka yang sudah meninggalkan ideologi radikal dan bersikap kooperatif terhadap program pembinaan.