_Harapan untuk Kopi Maluku_
Nelson Kainama, yang mendampingi langsung stand Balai PS Ambon, menyoroti produk kopi tuni khas Maluku yang memiliki cita rasa unik. “Kopi ini berbeda dari kopi lain, rasanya mirip kacang hijau dengan sensasi pedas. Produksinya masih terbatas, tapi punya potensi besar,” jelas Nelson.
Ia berharap, melalui festival ini, kopi tuni dan produk lain dari Maluku mendapat perhatian pembeli. “Pengembangan kopi dan hasil hutan lainnya sangat penting bagi pemberdayaan ekonomi lokal. Program perhutanan sosial tidak hanya menjaga hutan, tetapi juga mengangkat taraf hidup masyarakat. Pemerintah hadir untuk memastikan mereka memperoleh manfaat nyata dari hutan yang dijaga,” ungkapnya.
_Pemberdayaan dan Transfer Pengetahuan_
Selain pameran, festival ini juga menghadirkan coaching clinic yang memberi ruang konsultasi gratis bagi kelompok usaha. “Kami menyediakan stand khusus bagi masyarakat untuk berkonsultasi terkait pengembangan usaha kehutanan sosial. Jadi, festival ini bukan hanya soal produk, tapi juga transfer pengetahuan,” terang Dendi.
Menurutnya, interaksi langsung dengan pengunjung memberi semangat baru bagi kelompok usaha kehutanan sosial. “Ketika pengunjung tertarik datang ke stand, itu kebanggaan bagi kami. Artinya, ada pemahaman yang tumbuh tentang peran perhutanan sosial dalam meningkatkan ekonomi masyarakat,” katanya.
_Komitmen Jangka Panjang_
Baik Dendi maupun Nelson sepakat, keberlanjutan perhutanan sosial memerlukan dukungan pasar, teknologi, serta keterlibatan aktif masyarakat. “Kehadiran kami di festival ini adalah wujud komitmen untuk terus memperkenalkan produk masyarakat, agar mereka tidak hanya menjadi penjaga hutan, tetapi juga pelaku ekonomi yang sejahtera,” pungkas Dendi.
Festival Perhutanan Sosial 2025 menegaskan kembali bahwa hutan bukan hanya sumber daya ekologi, tetapi juga fondasi ekonomi masyarakat. Jika dikelola dengan baik, hutan dapat diwariskan sebagai harapan nyata bagi generasi mendatang.
(Lucky)