Jakarta, Inspirasijurnalis.com – Kasus penganiayaan yang dialami seorang anak dibawah umur bernama Said Rahman (SR) pelajar Pesantren Mustafawiyah yang diduga dilakukan oleh pegawai Rutan Kelas II B Kabupaten Mandailing Natal (Madina) inisial DG (Dermon Gultom) pada senin (20/9) menuai kecaman dari berbagai pihak. Salah satunya Eka Putra Zakran, SH MH (EPZA) pengamat hukum dan sosial Sumut.
EPZA mengatakan bahwa tindakan penganiyaan yang dilakukan oleh DG terhadap SR tidak dapat ditolerir dan wajib diproses hukum, mengapa karena pelaku terlalu arogan.
Sebagai pejabat Rutan, pemukulan dan/atau penganiyaan tidak perlu dilakukan DG terhadap SR. Apalagi SR masih anak-anak, sementara masalahnya sepele. Masa hanya gara-gara mobil DG keserempet becak SR, lalu SR kepala dan Muka SR bonyok dipukuli. Keterlaluan namanya itu.
Kalau masalah sepele seperti itu, dari segi mana pun tidak pantas DG melakukan penganiyaan, kalaupun ada semacam kerusakan pada mobil DG, kan masih bisa dibicarakan baik-baik secara kekeluargaan. Bukan main pukul sini, pukul sini.
Indonesia ini negara hukum, jadi siapapun dilarang melakukan tindakan main hakim sendiri (eigentrechten). Pokoknya gak boleh main hakim sendiri. Lagian gak setimpal kerusakan mobil dengan luka yang dialami SR pelajar Mustafawiyah tersebut. Makanya perbuatan pelaku tidak dapat diltolerir dan harus dihukum berat. Apalagi pelaku kan ASN, yaitu pegawai Rutan Madina, gak pantas melakukan perbuatan seperti itu.
Kepada pelaku dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam UU No. 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU No. 23 tahun 2014 tentang perlindungan anak.