Pemprovsu bahas regulasi OJOL, Aplikator Siap Patuhi Tarif, Pola bagi hasil tidak cukup diatur dalam Keputusan Gubernur. Harus ada perjanjian kerja sama yang mengikat dan transparan
Medan, Indonesiajurnalis.com– Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprov Sumut) tengah menyusun regulasi khusus untuk mengatur layanan ojek online (ojol) guna memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi mitra pengemudi serta konsumen. Regulasi ini dibahas dalam rapat lanjutan yang digelar secara hybrid pada Selasa 27 Mei 2025, dipimpin oleh Kepala Dinas Perhubungan Sumut Dr. Agustinus Panjaitan.
Rapat tersebut adalah lanjutan, setelah sebelumnya pada 23 Mei 2025, bersama unsur OPD terkait, instansi vertikal Kemenhub dan Kominfo di Sumut, Direktorat Reserse Siber, Dir Intelkam dan Dirlantas Polda Sumut, Kanwil BPJS Sumut, guna mempersiapkan Draft SK Gubernur sebagai dasar pengaturan ojol di wilayah Sumut.
Rapat lanjutan hari ini melibatkan lintas sektor, termasuk di antaranya Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Perwakilan Sumut, BPJS Ketenagakerjaan Kanwil Sumut, Disnaker Sumut, Dinas Kominfo Sumut, Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen (LAPK), Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) Kemenhub, dan unsur aplikator Grab, Gojek, Maxim, InDrive, dan Shopee.
Perwakilan KPPU, Sofyan, menegaskan pentingnya regulasi yang adil dalam pola kemitraan antara aplikator dan pengemudi. Ia menyebut, berdasarkan UU No. 5 Tahun 1999 dan UU No. 20 Tahun 2008, tidak boleh ada penguasaan usaha kecil oleh pelaku usaha besar.
“Pola bagi hasil tidak cukup diatur dalam Keputusan Gubernur. Harus ada perjanjian kerja sama yang mengikat dan transparan. Jika ada pihak yang tidak menjalankan isi perjanjian, maka tugas kami untuk melaksanakan pengawasan,” tegasnya.
Senada dengan itu, LAPK menyoroti lemahnya perlindungan konsumen dalam layanan digital. Konsumen yang dirugikan kerap tidak tahu ke mana harus mengadu, dan aplikator justru melempar tanggung jawab ke mitra pengemudi.
“Potongan biaya 15–20 persen dari aplikator mestinya juga mencakup tanggung jawab ketika terjadi masalah. Jangan sampai konsumen disuruh menyelesaikan sendiri,” ujar perwakilan LAPK.
LAPK juga menegaskan pentingnya penguatan tanggung jawab aplikator terhadap pengaduan layanan, terutama ketika barang tidak sesuai atau tidak sampai ke tangan konsumen.
Sementara itu, beberapa aplikator seperti Grab dan Gojek menyatakan telah memberikan perlindungan berupa asuransi kecelakaan hingga Rp50 juta serta fasilitas kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan. Namun, Dinas Ketenagakerjaan Sumut mengungkap adanya praktik Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang tidak transparan akibat rating rendah, serta belum jelasnya hak THR dan bonus bagi mitra.