Heru juga menyampaikan bahwa hasil dari reklamasi tidak selalu berupa kayu, melainkan bisa berupa hasil hutan bukan kayu seperti madu hutan, minyak kayu putih, dan hasil alam lainnya.
“Kalau sudah paham manfaatnya, pekerja tambang pun akan menanam tanpa perlu dipaksa. Ini adalah bentuk kontribusi nyata kepada negara,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia berharap media dan masyarakat turut berperan dalam menyebarkan informasi yang seimbang tentang praktik tambang yang bertanggung jawab.
“Selama ini tambang sering disorot karena yang buruk, padahal banyak perusahaan tambang di Indonesia yang menjalankan praktik restorasi dengan baik. Tolong bantu kami menyampaikan itu,” pesannya.
Sementara itu, Jerhemy Owen, mahasiswa lingkungan sekaligus kreator konten, menekankan pentingnya peran anak muda dalam gerakan lingkungan.
“Kami mencoba membuat konten menarik di media sosial yang menyisipkan pesan-pesan edukatif tentang pelestarian lingkungan dan pemanfaatan lahan hutan secara bijak,” katanya.
Ia menambahkan bahwa generasi muda memiliki kekuatan besar untuk membentuk opini publik, dan media sosial adalah saluran efektif untuk menyebarkan semangat menjaga bumi.
Peringatan ini menjadi momentum penting bagi seluruh pihak untuk memperkuat komitmen dalam menghadapi ancaman degradasi lahan dan kekeringan, serta membangun kesadaran bersama akan pentingnya menjaga bumi demi generasi mendatang.**
(Ls)