“Itu fakta-fakta yang telah ada. Maka perlu diskusi lagi dengan pemerintah Australia,” tegas mantan Ketua Kadin Provinsi NTT ini.

Menurut pemilik Universitas Citra Bangsa Kupang ini, pemerintah Hindia Belanda yang menjajah bangsa Indonesia selama 350 tahun mungkin memang tidak sampai ke Pulau Pasir tersebut. Bisa jadi karena terlalu jauh atau merasa sudah cukup sampai di Rote atau Kupang saja. Hal itu mungkin membuat pemerintah kolonial Belanda tidak mengklaim Pulau Pasir sebagai wilayahnya.
Namun fakta bahwa ada nelayan dari Rote beraktivitas di Pulau Pasir menunjukkan bahwa pulau tersebut juga milik Indonesia. Di sisi lain, di pulau tersebut tidak ada aktivitas masyarakat Australia, sekalipun telah diklaim menjadi miliknya.
“Supaya tidak menjadi perdebatan berkepanjangan, perlu duduk bersama lagi,” tutur anggota Komite I ini.
Dia juga meminta pemerintah menertibkan berbagai berita bohong atau hoax terkait status pulau tersebut. Dia melihat ada kelompok dalam negeri maupun luar negeri yang memanfaatkan kasus tersebut untuk mengganggu keamanan pelaksanaan G20 yang dilaksanakan di Bali pada November ini.
“Isu Pulau Pasir sudah dimanfaatkan oleh lawan politik pemerintahan Jokowi dalam negeri. Kemudian ada provokasi dari luar negeri juga. Sehingga banyak sekali berita hoax yang hadir. Pemerintah harus tertibkan supaya tidak kemana-mana isunya,” tutup Abraham.(*)