JAKARTA -Berawal dari tahun 2018, *SN* selaku pemilik rumah *di Jl.Sunter Bisma 14 Blok C 13 No.5* berniat menjual rumahnya dan bertemu dengan pembeli yang bernama *AL* dan adiknya *HY.* Terjadilah kesepakatan jual beli dengan harga Rp.795.000.000,- dan ditransfer uang muka sebesar Rp.290.000.000,- (dibuatkan kwitansi atas nama AL) dan AL mentransfer kembali sebesar Rp.150.000.000,- sedangkan sisanya akan dilunasi 2 bulan kemudian.
AL dan HY meminjam kunci rumah SN dengan alasan untuk renovasi kanopi, setelah selesai renovasi rumah ditempati oleh HY dan keluarga tanpa seizin SN. Disinilah awal perkara dimulai, karena sudah melewati jatuh tempo (deadline) kesepakatan (catatan : 2 bulan untuk melunasi) tidak kunjung juga dilunasi maka SN akan mengembalikan seluruh uang muka yang telah ditransfer AL.
Akan tetapi pada tahun 2009, SN malah digugat HY di Pengadilan Negeri Jakarta Utara untuk mengembalikan uang muka berikut biaya renovasi bikin kanopi sebesar Rp.150.000.000,- dengan total Rp.590.000.000,- dan diputus oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara sampai Kasasi tidak dapat diterima / ditolak karena HY bukan sebagai pembeli, melainkan AL sebagai pembeli rumah tersebut.
Belum berakhir perseteruan terjadi di tahun 2012, HY kembali menggugat SN dan AL dijadikan penggugat kedua untuk membantu adiknya HY di persidangan dan Majelis Hakim mengabulkan gugatan HY dan SN diminta untuk mengembalikan uang total sebesar Rp 590.000.000,- (termasuk biaya renovasi). Pada tanggal 2 November 2017 SN melaksanakan putusan dengan memberikan cek tunai ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara sebesar Rp.590.000.000,- dan uangnya sudah diambil oleh HY melalui Pengadilan Negeri Jakarta Utara.