NEWS  

Komisi Fatwa MUI Pusat, Food Tray Logo Halal Syarat Sertifikasi Dapur MBG

Komisi Fatwa MUI Pusat, Food Tray Logo Halal Syarat Sertifikasi Dapur MBG,
Komisi Fatwa MUI Pusat, Food Tray Logo Halal Syarat Sertifikasi Dapur MBG,Hotel Sofyan Cut Meutia, Jakarta, Senin (20/10/2025).
Komisi Fatwa MUI Pusat, Food Tray Logo Halal Syarat Sertifikasi Dapur MBG, Dari Food Tray, Rantai Pasok hingga Penyajian Makanan.

Jakarta, Indonesia jurnalis – Asosiasi Pesantren Nahdlatul Ulama (NU) DKI Jakarta Komisi Fatwa MUI Pusat bersama sejumlah lembaga terkait menggelar konferensi pers dan diskusi publik bertajuk “Menjawab Keraguan Kehalalan bagi Pesantren: Dari Food Tray, Rantai Pasok hingga Penyajian Makanan”, di Hotel Sofyan Cut Meutia, Jakarta, Senin (20/10/2025).

Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan kejelasan mengenai aspek kehalalan produk pangan yang digunakan dalam Program Makan Bergizi Gratis (MBG), terutama yang akan disalurkan ke lingkungan pesantren.

Hadir sebagai narasumber antara lain Dr. KH. Aminudin Yakub dari Komisi Fatwa MUI Pusat, drg. H. Deden Edi Soetrisna, MM selaku Direktur LPPOM MUI DKI Jakarta, Ardy Susanto, S.H., M.I.Kom., M.H.selaku Sekjen Asosiasi Produsen Makanan Kemasan Indonesia (APMKI), serta Alven, Ketua Umum Gapembi dan Wakil Sekretaris RMI NU DKI Jakarta Wafa Riansyah sebagai moderator.

Dalam pemaparannya, Dr. KH. Aminudin Yakub menegaskan bahwa setiap produk makanan yang dikonsumsi masyarakat, terutama di pesantren, wajib memenuhi standar sertifikasi halal sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

“Sertifikat halal hanya dapat diterbitkan setelah pelaku usaha memenuhi seluruh ketentuan dan standar yang ditetapkan oleh MUI. Penggunaan label halal tanpa proses sertifikasi resmi merupakan pelanggaran hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal serta Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,” ujarnya.

Aminudin menambahkan, pelaku usaha yang melanggar ketentuan tersebut dapat dikenai sanksi pidana berupa hukuman penjara paling lama lima tahun atau denda hingga dua miliar rupiah, sebagaimana diatur dalam pasal 61–63 UU Perlindungan Konsumen. Selain itu, sanksi administratif seperti pencabutan izin usaha, penarikan produk, serta kewajiban mengganti kerugian kepada konsumen juga dapat diterapkan.

Baca Juga  Pelantikan Pengurus Persatuan Drum Band Indonesia (PDBI ) DKI Jakarta 2021-2025

Lebih lanjut, Aminudin menekankan bahwa dukungan terhadap program pemerintah seperti MBG harus dibarengi dengan penerapan prinsip halal yang ketat.

“Kami mendukung program pemerintah untuk meningkatkan kualitas gizi dan sumber daya manusia menuju Indonesia Emas 2045. Namun, setiap aspek penyelenggaraan program dari rantai pasok hingga penyajian makanan wajib mematuhi ketentuan halal,” tegasnya.

Ia juga menilai, kepatuhan terhadap standar halal bukan hanya kewajiban hukum, melainkan juga bentuk tanggung jawab moral terhadap umat.

Masalah halal ini menyangkut kepercayaan masyarakat. Pemerintah, pelaku usaha, dan lembaga pendidikan harus bersinergi agar setiap produk yang dikonsumsi santri benar-benar terjamin kehalalannya,” tutup Aminudin.

Sementara itu, Ardy Susanto, S.H., M.I.Kom., M.H., Sekjen APMKI, menyoroti pentingnya keberpihakan terhadap industri lokal dalam pelaksanaan program MBG.

Menurutnya, industri dalam negeri saat ini sudah mampu memenuhi kebutuhan produksi food tray dan peralatan makan sekali pakai untuk mendukung program pemerintah, tanpa harus bergantung pada impor.

“Pada awalnya, banyak pihak meragukan kesiapan industri lokal. Namun sejak Maret 2025, asosiasi kami bersama pelaku usaha dalam negeri telah melakukan investasi baru dan menambah kapasitas produksi. Jika dulu produksi hanya 1,8 juta unit per bulan, kini sudah mampu mencapai 12 juta unit,” jelas Ardy.

Redaksi
Author: Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

" Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini "