Berdasarkan Risalah Lelang No.241/1994/1995 tanggal 27 Oktober 1994 tersebut Ferry Tansil mendaftarkan balik nama sertifikat hak milik kepada Kantor Pertanahan Kabupaten Donggala kini Kantor Pertanahan Kota Palu pada tanggal 8 Nopember 1994.
Namun ternyata Lelang tersebut digugat oleh debitur Chandra Vui kepada Pengadilan Negeri Palu dengan register perkara No.73/Pdt.G/1994/PN.PL dan register perkara No. 100/Pdt.G /1994/PN.PL atas gugatan tersebut Pengadilan Negeri Palu dengan Majelis hakim yang berbeda perkara gugatan pertama diketuai oleh R.L.Tobing,SH dan perkara gugatan yang kedua RM.Soeparnoto Prawoto,SH dalam gugatan tersebut dikabulkan oleh Pengadilan Negeri Palu secara in absensia/verstek (tanpa dihadiri Kantor KP3N/PUPN Palu) dengan membatalkan Lelang yang telah dilakukan, dari sini kemudian timbul saling gugat antara diantara KP3N Palu, Ferry tansil selaku pemenang lelang bahkan hingga berakhir di Mahkamah Agung RI, aset tanah tersebut kini telah mencapai harga Rp 3 Milyar.
Ferry Tansil selaku pemenang lelang yang merasa bahwa sertifikatnya telah menjadi haknya karena telah dibalik nama, maka Ferry mengurus IMB untuk membangun ulang gedung tua tersebut, namun apa lacur, ia dilaporkan oleh isteri debitur macet Chandra Vui yakni Ny. Elly Chandra kepada Polda Sulteng melakukan pengrusakan bangunan miliknya.
Lanjut , namun Kapolda Sulteng ketika itu dipimpin oleh Brigjen Pol. Drs Oegro Seno, menghentikan kasus itu karena tidak cukup bukti, Elly Chandra tidak puas atas hasil pengaduannya dihentikan penyidikannya oleh Polda Sulteng, setelah Kapolda berganti Elly Chandara membuat laporan baru dengan tuduhan yang sama pengrusakan, walaupun oleh Polda Sulteng kasusnya diteruskan kepada Kejaksaan Negeri dengan tuduhan melakukan pengrusakan bangunan sehingga melanggar Pasal 406 KUHP namun Ferry tansil tidak ditahan.
Oleh Kejaksaan Negeri melalui Jaksanya Zainal Abidin,SH tuduhan pada Ferry Tansil bertambah pasalnya dengan memasukan pasal 335 KUHP dan darisinilah Ferry Tansil kemudian dijebloskan ke Rutan Palu, namun di persidangan Pengadilan membebaskan Ferry dari dakwaan Jaksa karena tidak terbukti bersalah, alasannya bahwa tanah bersertifikat itu masih atas nama Ferry Tansil dan Ferry juga mengantongi IMB yang diterbitkan oleh Walikota Palu.
Tak puas dengan putusan bebas oleh Pengadilan, Jaksa Zainal Abidin,SH pun mengajukan Kasasi kepada Mahkamah Agung RI, dan kasasi Jaksa dikabulkan yakni Ferry dipersalahkan melakukan pengrusakan melanggar Pasal 406 KUHP dan dijatuhi hukuman penjara selama 8 bulan, namun putusan itu menjadi kontoversiel karena tidak mengandung perintah segra ditahan, oleh Pengacara Ferry Tansil dari LBH Ampera Jakarta yakni Ferdinand Montororing,SH.,MA eksekusi putusan itupun dipersoalkan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi dan Kepala Rutan Palu namun alasan Ferdnand tidak digubris.
Merasa tidak ada respon yang baik Ferdinand menggandeng Pengacara di Kota Palu Elvis Katuwu,SH,MH mengajukan permohonan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung atas perkara itu, Ferdinand mengatakan mana ada didunia ini pembeli yang beritikat baik atau te goede trouw bisa dipidana ini namanya peradilan sesat kata Ferdinand yang cukup lancar berbahasa belanda, pada rabu (30/04) di persidangan PK Pengadilan Negeri Palu Ferdinand berdebat sengit dengan Jaksa Chandra Rizal yang menggantikan Zainal Abidin,SH yang tidak hadir karena mempersoalkan kenapa yang mengajukan PK adalah istri Ferry Tansil padahal Ferry Tansil kini berada di Rutan Palu namun karena sakit di rawat di RS Polri Bhayangkara Palu dibawah pengawasan petugas Rutan.
Melihat perdebatan cukup sengit antara Ferdinand dengan Jaksa Chandra maka Ketua Majelis Hakim Rerung Patolanga, SH.,MH menegahi bahwa memang Pasal 263 KUHAP yang mengatur tentang PK sudah ditegaskan oleh Surat Edaran Mahkamah Agung No.01 tahun 2012 yang ditanda tangani oleh Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali, SH.,MH.*
(Editor/NK)