Tak hanya itu, ia memuji program Polisi RW sebagai inovasi proximity policing yang efektif mendekatkan aparat dengan masyarakat di level mikro.
“Polisi tidak lagi menjadi aparat kekuasaan yang elitis, tetapi menjadi bagian dari kehidupan sosial warga. Ini membangun kepercayaan dan kepekaan sosial yang sangat penting dalam konteks pluralisme kita,” ucap Haidar.
Meski demikian, ia juga mengingatkan bahwa masih ada tantangan besar yang harus dihadapi, termasuk keberadaan shadow state atau struktur kekuasaan informal di dalam tubuh institusi, serta ketimpangan geografis dalam akses terhadap keamanan di wilayah terpencil.
“Reformasi struktural tidak akan berjalan tanpa disertai reformasi mental dan etika profesi. Shadow command bisa merusak seluruh capaian jika tidak dikendalikan,” tegasnya.
Haidar Alwi menutup pernyataannya dengan ajakan kepada masyarakat untuk terus terlibat aktif dalam mengawal reformasi Polri.
“Jangan pernah lelah mendorong perubahan, karena perubahan hanya terjadi jika kita ikut menjadi bagian darinya,” pungkasnya.
Menurutnya, profesionalisme berbasis kewargaan atau civic professionalism adalah kunci untuk menciptakan Polri yang tangguh, adil, dan benar-benar menjadi milik rakyat.**
(Pmj)