Mahasiswa sebagai agent of change, lanjut Syaidur, harusnya bisa menjadi inkubasi atau berada di garis depan moderasi beragama di Indonesia. Apalagi dengan posisi Indonesia yang terdiri dari enam agama dan berbagai suku bangsa.
Karena itu Syaidur mengharapkan banyak hal bisa dihasilkan melalui seminar ini. Para peserta seminar dibekali pengetahuan tentang bahayanya Intoleransi, Radikalisme, hingga Terorisme terhadap persatuan dan kesatuan Indonesia sebagai bangsa.
Keynote speaker (pembicara utama) semnas, Prof. Al Makin menyampaikan, untuk mewujudkan moderasi beragama tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri. Namun harus bersama-sama. Dengan cara membangun relasi dengan agama lain, kelompok lain, dan etnis lain.”Moderasi beragama jangan terjebak dalam kumpul-kumpul seagama yang sejenis, seorganisasi, bahkan sedaerah, lantas mengklaim bahwa dirinya seorang yang moderat,” ucapnya.
Menurut Prof. Al Makin, moderat itu artinya berkumpul dari berbagai golongan. Kalau sama persis dari satu golongan agama tertentu, apalagi masih satu daerah, ditambah se organisasi, dan dari kelompok yang sama, maka itu perlu dikaji ulang, karena belum mencerminkan pluralisme (keberagaman) dan kemajemukan dalam konsep moderasi beragama.
Sementara itu, AKBP Sinungwati mengimbau kepada segenap mahasiswa UIN Suka Yogyakarta dan PTKIN se-Indonesia untuk terus mengedepankan rasionalitas dan logika sehat dalam membentengi diri dan membendung Intoleransi, Radikalisme, dan Terorisme. Ideologi negara kita, Pancasila, sangat menekankan terciptanya kerukunan antarumat beragama.
“Mahasiswa yang belajar, berkembang dan tumbuh di lingkungan akademisi seharusnya bisa memposisikan dirinya sebagai perekat dan pemersatu bangsa dan bisa menjadi agen perubahan di tingkat keluarga, lingkungan tempat tinggal, komunitas, dan kampus. Mahasiswa diharapkan mampu menyebarkan hal-hal positif untuk menguatkan imunitas masyarakat terhadap Intoleransi, Radikalisme, dan Terorisme,” katanya.
AKBP Sinungwati menjelaskan, sebagai negara yang plural dan multikultural, konflik berlatar agama sangat potensial terjadi di Indonesia.”Kita perlu moderasi beragama sebagai solusi, agar dapat menjadi kunci penting untuk menciptakan kehidupan keagamaan yang rukun, harmonis, dan damai,” tambahnya.
Oleh sebab itu, diperlukan moderasi beragama untuk mengubah cara pandang masyarakat dalam beragama secara moderat. Yakni memahami dan mengamalkan ajaran agama tidak secara ekstrem.
“Maka, salah satu cara menangkal paham Intoleran, Radikal, dan Terorisme adalah dengan jalan memilih dan memilah informasi yang beredar sehingga bisa membedakan antara hoaks (kabar bohong) dengan berita yang sesuai fakta. Dan, saling menghargai adanya perbedaan dalam suatu masyarakat,” tambahnya.**
Lawan Intoleransi Radikalisme dan Terorisme, Prof Al Makin.