NEWS  

Perlunya Revisi UU Penjamin Untuk Meningkatkan Efektivitas Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan 

Perlunya Revisi UU Penjamin Untuk Meningkatkan Efektivitas Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan 
Perlunya Revisi UU Penjamin Untuk Meningkatkan Efektivitas Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan 

Inti dari UU penjaminan adalah menjembatani UMKM dalam permasalahan sumber permodalan, kata akademisi Bandung, Dr. Sugiyanto yang mendampingi OJK dan Jamkrindo sebagai narasumber. Banyak koperasi yang mengalami permasalahan terkait penguasaan asset.

”Penguasaan asset koperasi milik siapa, menjadi suatu masalah bagi koperasi, hal ini perlu adanya manajemen asset koperasi karena kebanyakan asset koperasi adalah atas nama pengurus, bahkan sampai denga pengurus tersebut sudah tidak lagi menjadi pengurus, sehingga asset tersebut sulit untuk dijaminkan” ungkap Sugiyanto.

“Terkait dengan rencana perubahan UU penjaminan yang akan dibahas di Komite IV, kami berharap agar perubahan ini tidak membuat gaduh sebagaimana RUU Pengembangan dan penguatan Sektor Keuangan (RUU P2SK)” pinta akademisi Universitas IKOPIN.

Tidak adanya penjaminan terhadap simpanan pada koperasi juga menjadi concern peserta FGD. “Selama ini, tidak ada penjaminan terhadap simpanan anggota koperasi sehingga para anggota koperasi memilih menyimpan di bank, karena di bank dijamin oleh LPS, tapi kalau butuh uang, mereka meminjam di koperasi” ungkap salah satu mahasiswa yang hadir.

Mereka berharap dalam pembahasan RUU penjaminan oleh Komite IV nanti dapat memasukkan penjaminan simpanan koperasi ke dalam materi perubahan. Permasalahan tidak adanya penjaminan simpanan koperasi juga disampaikan oleh Evi Zaenal, senator asal Jatim.

“Permasalahan pelik koperasi salah satunya adalah tidak adanya penjaminan simpanan koperasi, kita ada lembaga penjamin simpanan, namun hanya menjamin simpanan di bank dan tidak mengakomodir simpanan koperasi” kata Evi. “UU kita belum memberi pengaturan dan perlindungan yang jelas sehingga banyak aspek-aspek yang terabaikan dari sisi kepentingan masyarakat” tambah Evi.

Anggota DPD RI dari Jawa Tengah, Casytha Kathmandu menyoroti tentang kepemilikan asing pada Lembaga penjaminan. “Pasal 9 ayat (2) UU Penjaminan menyebutkan bahwa kepemilikan asing pada Lembaga Penjamin berbentuk badan hukum PT baik secara langsung maupun tidak langsung paling banyak sebesar 30%, saya minta pendapat OJK, Jamkrindo dan akademisi terkait hal ini, apakah kepemilikan tetap di 30% atau bisa dinaikkan?” “Terkait dengan penjaminan pada Jamkrida yang berdiri atas support pemda, maka lingkup penjaminannya hanya pada wilayah di provinsi terkait, apakah bisa ruang lingkup penjaminan Jamkrida diperluas di luar wilayah provinsi.

Baca Juga  TNI AL LANAL PALEMBANG GENJOT PROGRAM VAKSINASI NASIONAL COVID-19

“Selama menjalankan tugas fungsi penjaminan, apa kendala yang dihadapi oleh Jamkrindo di dalam implementasi UU No.1 tahun 2016 tentang Penjaminan ini? Tanya Senator dari Maluku Novita Anakotta kepada perwakilan Jamkrindo. Wakil Ketua Komite IV ini juga menyoroti ketidaksinkronan aturan pemberian penjaminan pada UMKM. “Dalam aturan penjaminan bagi UMKM adalah bahwa UMKM tersebut dianggap layak/mampu, padahal UMKM yang ikut penjaminan itu kebanyakan UMKM yang tidak bankable” kata Novita.

Sebelum menutup diskusi, Ketua Komite IV, Elviana jmenyampaikan terima kasih atas kehadiran dan masukan dari para peserta. “Semua pandangan dari narasumber dan masukan-masukan dari peserta diskusi hari ini akan kami catat sebagai bahan untuk pembahasan RUU Penjaminan di Komite IV”, kata Elviana menutup acara FGD.

(NK)

Redaksi
Author: Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

" Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini "