“Pertama, harus ada kepercayaan. Trust dan kerja sama antara kementerian serta lembaga sangat penting untuk menghadirkan kebijakan yang berpihak pada pekerja. Begitu pula sinergi dengan pemerintah daerah melalui perwakilan SBSI di seluruh wilayah,” ungkapnya.
Ketua Umum SBSI, Johannes Dartha Pakpahan, menyoroti ancaman PHK massal akibat dampak dari perang tarif global yang tidak terkendali.
“Di Indonesia, saat ini terdapat ancaman PHK terhadap sekitar 50 ribu buruh hanya di wilayah Jawa saja, terutama di sektor industri yang terdampak langsung maupun tidak langsung oleh kebijakan tarif global,” katanya.
Ia menambahkan, potensi PHK bisa semakin meluas jika tidak ada penanganan yang serius terhadap kebijakan tarif global yang semakin memberatkan.
“Kalau situasinya terus seperti sekarang, ancaman PHK akan semakin besar. Karena itu, kami dari serikat buruh harus siap melakukan berbagai upaya untuk mempertahankan jaminan pekerjaan sebagaimana yang kami cita-citakan,” tegasnya.
Johannes juga menekankan pentingnya langkah antisipatif melalui bantuan hukum dan pengawasan sebelum keputusan PHK diambil.
“Jika ancaman PHK benar-benar terjadi, kami akan siapkan advokat seperti yang pernah disampaikan Bang Iqbal. Kami juga akan membentuk satgas PHK, bukan untuk mendukung PHK, tapi untuk meminimalisirnya. Sebelum PHK dilakukan, harus diperiksa terlebih dahulu apakah memang layak dilakukan. Jangan asal memutuskan seperti yang sering terjadi sekarang,” pungkasnya.**
(Report Ls)