Dengan adanya yayasan, menurutnya, pekerjaan menjadi lebih terukur dan berhasil menembus akses pemerintah kota Semarang. “Kami membuat program bernama Binamin (Bina Eks-Napi Terorisme) yang bertujuan menjadikan mereka agen moderasi beragama. Gagasan ini harus segera disebarkan agar tidak hanya berfokus pada diri saya saja, tetapi juga menyasar pelajar dan kelompok rentan lainnya.”
Program yang dijalankan Syarif mulai menunjukkan hasil. “Alhamdulillah, sejak program ini berjalan pada 2022 hingga pertengahan 2024, Semarang mencapai Zero Kasus Intoleran. Selain itu, kota Semarang berhasil masuk dalam 10 besar indeks kota toleran, peringkat ke-7 pada 2022, dan peringkat ke-5 pada 2023. Harapan kami, peringkat ini bisa meningkat lagi di tahun 2024,” jelasnya.
Syarif juga berharap agar programnya dapat diduplikasi oleh penyuluh lainnya. “Harapan saya, penyuluh lain yang mungkin ragu untuk melakukan penyuluhan secara intens bisa ikut serta dalam program ini. Saya juga berharap program ini dapat membantu Semarang masuk dalam IKT (Indeks Kota Toleran) serta mendukung munculnya Rencana Aksi Daerah Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang mengarah pada terorisme, yang diharapkan akan diluncurkan oleh Wali Kota pada Agustus ini.”
Ia menutup dengan harapan agar usaha ini bisa menjangkau keluarga-keluarga yang terasosiasi dengan jaringan terorisme, terutama ibu dan anak. “Karena ibu adalah sosok pertama yang mendoktrin anaknya, dengan adanya penyuluhan ini, semoga ibu-ibu terbebas dari doktrin kekerasan sehingga anak-anak mereka juga akan terlepas dari pengaruh tersebut,” pungkasnya.**
(Report Ls)