NEWS  

Kelatahan Penggunaan Aplikasi, Gus Hilmy: Dulu Apa Apa Pakai Kartu, Sekarang Aplikasi

IMG 20220707 WA0000 1

 

“Sebenarnya banyak kasus yang menunjukkan kebijakan ini kurang tepat.Di antaranya adalah laporan yang kami terima, seorang petani tidak diizinkan membeli solar untuk traktornya. Padahal itu kan untuk menunjang produksi. Kami khawatir kalau para nelayan juga mengalami nasib yang sama,” kata pria yang juga Katib Syuriah PBNU tersebut.

 

Menilik situs web https://subsiditepat. mypertamina.id./, terdapat 7 syarat pendaftaran, yaitu

1. menyiapkan dokumen yang dibutuhkan yaitu: KTP, STNK, Foto Kendaraan, dan dokumen pendukung lainnya;

2. buka website subsiditepat. mypertamina.id;

3. centang informasi memahami persyaratan,

4. klik daftar sekarang;

5. ikuti instruksi dalam website tersebut;

6. tunggu pencocokan data maksimal 7 hari kerja di alamat email yang telah didaftarkan, atau cek status pendaftaran di website secara berkala;

7.  Apabila sudah terkonfirmasi, unduh (download) kode QR dan simpan untuk bertransaksi di SPBU Pertamina.

 

Syarat-syarat tersebut dianggap berbelit dan terlalu lama konfirmasinya. Kerja aplikasi online semestinya secara realtime, tidak harus menunggu selama 7 hari. Belum lagi nanti akan ada kendala dan pendaftarnya semakin banyak, waktu konfirmasi akan molor panjang. Pada kasus aplikasi lain, setelah mengikuti semua tahap pendaftaran, masih diminta untuk melampirkan fotokopi identitas. Tentu sangat tidak efektif. MyPertamina demikian juga, sudah daftar tapi masih diminta cetak code QR.

 

Gus Hilmy juga mengkritik penerapan kebijakan ini seperti kelatahan. Ada banyak aplikasi yang diciptakan oleh kementrian. Di antaranya BPJS, Peduli Lindungi, Sisnaker, JKN, Dukcapil, kepolisian, Bansos Kemensos, Kemendag, E-Kemenkeu, dan lain sebagainya.

 

“Semua kementerian punya aplikasi, bahkan lebih dari satu. Apakah semua berfungsi secara maksimal? Tidak bisakah semua aplikasi itu disinkronkan menjadi satu untuk mendukung program Presiden Jokowi Satu Data Indonesia. Dari semua aplikasi itu, harus daftar lagi, nyetor identitas lagi dan seterusnya,” kritik pria yang juga anggota MUI Pusat tersebut.

Baca Juga  Ketua DPD RI: Libur Natal dan Tahun Baru Momentum Pergerakan Ekonomi

 

Untuk Satu Data Indonesia, Gus Hilmy mencontohkan aplikasi dari Dukcapil bisa dijadikan sebagai aplikasi induk. Sementara aplikasi lain tinggal memilah datanya, mana yang mendapatkan subsidi, mana yang tidak. Bukan masyarakat yang disuruh terus-menerus mendaftar.

 

“Ini justru bukan inovasi, tetapi kelatahan. Kalau dulu apa-apa harus pakai kartu, sekarang aplikasi. Coba cek, berapa kartu yang ada di dompet kita? Coba cek juga HP kita, ada berapa aplikasi bikinan negara?” tanya salah satu Pengasuh Pondok Pesantren krapyak tersebut.

Redaksi
Author: Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

" Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini "