
Romo Antonius Suyadi selaku Komisi Hubungan Agama dan Kepercayaan Keuskupan Agung Jakarta yang menjadi salah satu narasumber menerangkan “Toleransi bukan hanya sebatas membiarkan orang lain bebas memeluk agama dan menjalankan ibadah sesuai agama yang dipeluk tetapi lebih dalam daripada itu yaitu kebesaran hati untuk menerima perbedaan, saling terlibat untuk mendukung dan berjalan bersama dengan kelapangan dada”.
Beliau berharap semuanya bisa lebih terbuka untuk memahami orang lain dan membuka diri untuk berdialog dengan sesama sehingga dapat memberikan pemahaman satu sama lain terhadap perbedaan masing-masing, karena Gereja katolik sendiri mengakui adanya kebenaran lain diluar gereja.
Romo juga menambahkan bahwa Merupakan tugas penting dari tokoh agama dan pemerintah juga untuk memberikan wawasan toleransi dari tingkat nasional sampai ke perangkat negara yang paling bawah seperti tingkat RT dan RW sehingga tindakan intoleransi tidak terjadi lagi ungkapnya.
Lanjut, Bung Azzuhri Rauf PJ Himpunan Mahasiswa Islam Jakpus mengatakan pelaku intoleransi sebenarnya adalah orang-orang yang belum benar-benar memahami ajaran agamanya sendiri.
Intoleransi terjadi karena tidak ada tokoh yang dapat menjadi public figure yang tepat untuk menunjukan penerapan toleransi, ujarnya.
Harapannya peserta yang hadir dalam diskusi tersebut dapat menjadi tokoh toleransi antar umat beragama. Karena Pendidikan sekarang dari tingkat sekolah dasar sampai sekolah menengah pada saat pelajaran agama masih dipisah dan baru ditingkat teori, pungkasnya.
Ia juga sangat berharap kedepan diadakan kelas gembira dimana siswa diajarkan untuk bertoleransi dan menerima perbedaan.
Pada diskusi tersebut juga hadir Kabimas Katolik Propinsi DKI Jakarta Anton sinaga, ia mengatakan bahwa toleransi dapat terapkan jika umat beragama benar-benar memahami agama karena semua agama mengajarkan kebaikan.
Intoleransi dapat terjadi karena sosialisasi mengenai toleransi ini belum mengakar sampai bawah. Intoleransi masih terjadi meskipun sudah diterapkan ajaran agama mulai dari pendidikan dasar karena buku-buku pelajaran yang sekarang beredar banyak yang mengutip ayat dari kitab suci tidak secara keseluruhan sehingga dapat disalah tafsirkan akibat keluar dari konteksnya, bebernya.
Buku-buku agama yang beredar harus dilakukan pemeriksaan kembali dan menarik buku-buku yang berisikan kekerasan, pornografi, radikalisme, tegasnya.
Beliau berharap kedepannya semakin banyak kegiatan lintas agama dan kegiatan-kegiatan positif seperti diskusi publik ini terus diadakan secara berkala dan dipublikasikan sehingga dapat menjadi contoh penerapan toleransi antar umat beragama dalam lingkungan masyarakat, tutupnya. (*)