OPINI  

Kontroversi Pilkada Kota Banjarbaru Kalimantan Selatan  

Kontroversi Pilkada Kota Banjarbaru Kalimantan Selatan
Kontroversi Pilkada Kota Banjarbaru Kalimantan Selatan
Kontroversi Pilkada Kota Banjarbaru Kalimantan Selatan, perdebatan menarik karena meskipun ada pelanggaran substansial, hasil akhirnya tetap menguntungkan pasangan tertentu.

Jakarta, Indonesia jurnalis – Diskusi publik bertajuk ,”Kontroversi Pilkada Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan” yang berlangsung pada Senin (16/12/2024) di Cafe Rahanf Tuna Sedap Max, Menteng, Jakarta Pusat, membahas isu-isu krusial seputar peran Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan para calon kepala daerah pada Pilkada serentak 2024. Salah satu topik yang menarik perhatian adalah fenomena pilkada “melawan kotak kosong,” yang dianggap sebagai persoalan pelik dalam demokrasi di Indonesia.

Diskusi ini menghadirkan sejumlah narasumber, yaitu Yusfitriadi dari Vinus Indonesia, Jeirry Sumampow dari Tepi Indonesia, Jojo Rohi dari KIPP Indonesia, Ray Rangkuti dari Lima Indonesia, Lucius Karus dari Formappi Indonesia, Arif Susanto dari Exposit Strategic, serta Rizki Riyanto, Direktur Eksekutif LS Vinus, yang sekaligus bertindak sebagai moderator.

Dalam diskusi, salah satu isu yang menonjol adalah kasus pasangan calon kepala daerah yang didiskualifikasi. Narasumber menjelaskan bahwa pasangan calon nomor 1 hanya memperoleh suara sekitar 27-28%, sementara pasangan calon nomor 2, yang telah didiskualifikasi, justru mendapat lebih dari 50% suara.

Namun, karena aturan PKPU menetapkan bahwa suara yang diberikan kepada pasangan calon yang didiskualifikasi secara otomatis dihitung untuk pasangan calon yang sah dalam surat suara, pasangan nomor 1 akhirnya dinyatakan menang.

“Ini menjadi perdebatan menarik karena meskipun ada pelanggaran substansial, hasil akhirnya tetap menguntungkan pasangan tertentu. Di sisi lain, kasus serupa juga terjadi di Kabupaten Banjar, tetapi tidak ada gugatan sehingga tidak ada sanksi serupa,” ujar Yusfitriadi salah satu pembicara.

Yusfriadi juga menyampaikan momentum pertama adalah MK yang sedang berjalan, dan saya pikir itu penting, untuk putusan peradilan Mahkamah Konstitusi (MK) menggunakan hati nurani dan objektifitas,” ujarnya

Team Redaksi
Author: Team Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

" Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini "