YSK : Selain Vonis Ringan Penyerangan dan Pengrusakan Mesjid Ahmdiyah, Pemerintah Sintang Malah Lakukan Diskriminasi Agama

IMG 20220118 WA0032 1

Jakarta INJ.Com

Vonis ringan Majelis Hakim PN Pontianak yang menjatuhkan hukuman 4 bulan 15 hari untuk 21 pelaku pengrusakan Masjid Miftahul Huda milik Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) di Desa Bale Harapan, Sintang, Kalimantan Barat, Kamis (06/11/2022) menunjukkan wajah buruk peradilan di Indonesia. Dimana mengabaikan pemenuhan hak-hak korban dan pencari keadilan berhadapan dengan sistem dan pelaksana negara yang korup dan tidak profesional.

Hal ini dikatakan Sugeng Teguh Santoso, Ketua Yayasan Satu Keadilan (YSK) didampingi Syamsul Alam Agus, Sekretarisnya, dalam siaran pers, Selasa (18/01/2022) di Jakarta.

“Sehari setelah majelis hakim menjatuhkan vonis ringan kepada pelaku pengrusakan rumah ibadah, keesokan harinya (7/1) pemerintah kabupaten Sintang mengeluarkan Surat Peringatan (SP) ke-tiga yang memerintahkan warga JAI Sintang untuk membongkar sendiri rumah ibadah mereka. Surat perintah ini memperparah kondisi dan situasi keamanan bagi warga negara, Jemaat Ahmadiyah Indonesia di Sintang,” kata Sugeng menyesalkan penerbitan surat tersebut.

Katanya dalam surat perintah dari pemerintah Kabupaten Sintang memberi tenggat waktu selama 14 hari, yang jatuh pada 21 Januari 2022. Tentunya, secara kebetulan ini sangat bertepatan dengan keluarnya para pelaku, yang menamakan dirinya Aliansi Umat Islam, dari tahanan.

“Sebagai informasi ada pelaku yang juga secara terang-terangan mengujarkan ancaman dan ujaran kebencian di ruang sidang. Tentu ini sangat mengkhawatirkan adanya tindakan berulang,” ucap Sugeng.

Pemerintah Sintang Mendukung Praktek Diskriminasi Kepada Warga Ahmadiyah

Bahkan katanya, dalam SP 3 Pemerintah Kabupaten Sintang memframing masjid JAI sebagai bangunan tanpa ijin, yang difungsikan sebagai tempat ibadah. Dimana Bupati dengan sengaja enggan dan menghindari menyebut masjid, karena tidak mau berpedoman kepada Peraturan Bersama Menteri Agama Dan Menteri Dalam Negeri (PBM 2 Menteri) Nomor: 9 Tahun 2006 Nomor: 8 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama. Dan selain itu tentang Pendirian Rumah Ibadat.

“PBM 2 Menteri tersebut tidak memberi ruang kepada Bupati untuk menjatuhkan sanksi perobohan, berdasarkan PBM 2 Menteri tersebut penyelesaian perselisihan rumah ibadah harus diselesaikan dengan musyawarah bahkan menjadi tugas dan kewajiban Bupati untuk menerbitkan IMB rumah Ibadah. Ini kamuflase dari pemerintah Sintang,” ungkap Sugeng.

Karenanya kata Sugeng, patut dipertanyakan sikap Bupati yang mempermasalahkan izin bangunan di Desa Balai Harapan. Yang mana faktanya tidak ada rumah ibadah di Desa Balai Harapan yang memiliki IMB.

Sugeng menilai Bupati yang mempermasalahkan IMB Masjid Miftahul Huda adalah tindakan diskriminatif dan melanggar HAM.

Team Redaksi

20240130 191431 0000

Indonesia Jurnalis.com website Portal Berita Online Nasional Independen Terpercaya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *