FORMAPPI Kritisi Kinerja DPR pada Masa Sidang V Tahun Sidang 2023-2024 yang menurut FORMAPPI dalam perencanaan legislasi DPR yang dinilai masih jauh dari memadai
Jakarta, Indonesia jurnalis.com – Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (FORMAPPI) menyampaikan evaluasi terhadap kinerja Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Masa Sidang V Tahun Sidang 2023-2024 yang berlangsung dari 14 Mei hingga 11 Juli 2024. Dengan durasi 39 hari kerja, masa sidang ini menjadi yang terpanjang dibandingkan masa sidang sebelumnya.
Kritik terhadap Perencanaan Legislasi
FORMAPPI menyoroti permasalahan dalam perencanaan legislasi DPR yang dinilai masih jauh dari memadai. Sejak penyusunan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020-2024 hingga target legislasi di setiap masa sidang, FORMAPPI mencatat adanya kecenderungan DPR menetapkan target yang terlalu ambisius. Pada pembukaan Masa Sidang V, DPR menargetkan penyelesaian 43 RUU, meskipun jumlah hari kerja hanya 39 hari. Fakta bahwa jumlah RUU yang sedang dibahas di tingkat pertama hanya 18, menunjukkan ketidakakuratan data dan lemahnya manajemen perencanaan.
Selain itu, DPR juga mengusulkan revisi UU Kementerian Negara, UU TNI, UU Polri, dan UU Wantimpres melalui jalur Daftar RUU Kumulatif Terbuka, yang menurut FORMAPPI merupakan langkah yang tidak tepat. Keempat RUU tersebut seharusnya dibahas dengan prosedur yang lebih terbuka dan partisipatif, bukan melalui jalur yang biasanya digunakan untuk UU yang merupakan tindak lanjut dari keputusan Mahkamah Konstitusi atau yang terkait dengan APBN.
Capaian Legislasi yang Minim
Pada Masa Sidang V, DPR hanya mampu menyelesaikan dua RUU Prioritas 2024, yaitu RUU tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan, serta RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Dengan demikian, baru tiga RUU Prioritas 2024 yang telah disahkan sepanjang tahun ini, sementara 41 RUU lainnya masih menjadi beban hingga akhir periode pada 30 September mendatang.
Pengawasan yang Lemah
Dalam hal pengawasan, FORMAPPI mencatat bahwa DPR belum menunjukkan performa yang memadai. Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2023 oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan adanya opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) pada empat kementerian/lembaga, namun tidak ada satu pun komisi DPR yang menindaklanjuti temuan tersebut.
Di sisi lain, dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah, sejumlah peristiwa penting seperti pemberantasan judi online dan kasus peretasan Pusat Data Nasional juga belum mendapat perhatian serius dari DPR. FORMAPPI menekankan pentingnya peran DPR dalam memastikan kebijakan pemerintah berjalan dengan baik dan memberikan contoh yang baik kepada masyarakat.
Dengan berbagai kritik yang disampaikan, FORMAPPI berharap DPR dapat memperbaiki kinerjanya dalam sisa masa jabatan yang ada demi kepentingan rakyat dan negara.
Kesimpulan
Kinerja legislasi DPR tetap saja buruk dengan hanya mengesahkan 2 RUU Prioritas. Buruknya kinerja legislasi dikarenakan DPR cenderung mendahulukan pembahasan 4 RUU Kumulatif Terbuka yang muncul secara mendadak atas keinginan elit maupun rejim yang akan berkuasa.
Dalam pelaksanaan fungsi anggaran, DPR tidak sensitif dengan perjuangan melawan korupsi. Hal ini terlihat melalui keputusan Komisi-komisi DPR memberikan penambahan anggaran pada K/L dan PMN kepada BUMN yang punya rekam jejak terlibat korupsi.