Mahkamah Agung Sikapi Kegaduhan di Persidangan PN Jakarta Utara

Mahkamah Agung Sikapi Kegaduhan di Persidangan PN Jakarta Utara
Juru Bicara MA, Prof. Dr. Yanto, SH, MH, dalam keterangannya menegaskan bahwa MA mengecam keras insiden tersebut karena tindakan itu dianggap tidak pantas dan tidak tertib
Mahkamah Agung Sikapi Kegaduhan di Persidangan PN Jakarta Utara, “Mahkamah Agung tidak mentolerir siapa pun yang terlibat dalam insiden ini.

Jakarta, Indonesia jurnalis – Mahkamah Agung (MA) menanggapi insiden kegaduhan yang terjadi dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara pada 6 Februari 2025. Berdasarkan laporan Ketua PN Jakarta Utara pada 7 Februari serta video dan pemberitaan yang beredar di media massa antara  Hotman Paris Hutapea dan Razman Arief Nasution. MA menyampaikan beberapa sikap tegas terkait kejadian tersebut.

Juru Bicara MA, Prof. Dr. Yanto, SH, MH, dalam keterangannya menegaskan bahwa MA mengecam keras insiden tersebut karena tindakan itu dianggap tidak pantas dan tidak tertib, bahkan dapat dikategorikan sebagai contempt of court atau pelecehan terhadap marwah pengadilan.

“Mahkamah Agung tidak mentolerir siapa pun yang terlibat dalam insiden ini. Mereka harus dimintai pertanggungjawaban sesuai ketentuan hukum yang berlaku, baik secara pidana maupun etik,” ujar Prof. Yanto.

MA memerintahkan Ketua PN Jakarta Utara untuk melaporkan kejadian contempt of court  tersebut kepada Aparat Penegak Hukum (APH). Selain itu, advokat yang terlibat dalam kegaduhan juga akan dilaporkan kepada organisasi profesinya agar diberikan sanksi tegas atas pelanggaran etik yang dilakukan.

Terkait keputusan majelis hakim PN Jakarta Utara yang menyatakan sidang tertutup dalam pemeriksaan saksi, MA menjelaskan bahwa hal itu merupakan kewenangan hakim yang dijamin oleh Pasal 152 ayat (2) dan Pasal 218 KUHAP

“Meskipun dakwaan bukan terkait kesusilaan, namun majelis hakim menilai ada materi yang bersinggungan dengan kesusilaan, sehingga sidang dinyatakan tertutup untuk umum. Keputusan ini sesuai dengan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 5 Tahun 2021,” jelasnya.

Keputusan tersebut diambil demi melindungi dan menghormati harkat serta martabat kemanusiaan dalam perkara tertentu.

MA juga menegaskan bahwa hak seorang hakim untuk mengundurkan diri dari suatu perkara sudah diatur secara limitatif dalam Pasal 17 Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman dan Pasal 157 KUHAP. Jika tidak terdapat alasan yang sesuai dengan ketentuan undang-undang, maka hakim tidak perlu mengundurkan diri.

Merujuk pada Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 5 Tahun 2020, Ketua Majelis Hakim memiliki kewenangan penuh dalam mengendalikan jalannya persidangan. Jika ada pihak yang menimbulkan kegaduhan, hakim dapat memerintahkan agar mereka dikeluarkan dari ruang sidang.

Menutup pernyataannya, Prof. Yanto menegaskan bahwa Mahkamah Agung berharap kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang.

“Marwah dan wibawa pengadilan harus dijaga. Hakim Indonesia harus dapat menjalankan tugasnya dengan terhormat dalam menegakkan hukum dan keadilan,” tegasnya.

Mahkamah Agung berkomitmen untuk menjaga integritas lembaga peradilan dan memastikan setiap proses hukum berjalan sesuai dengan prinsip keadilan dan ketertiban.**

(Humas MA)

(Editor NK)

Team Redaksi
Author: Team Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

" Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini "